Mimpi tidak beli. Begitu suatu kali teman berujar kepada saya. Benar Bung !!, memang mimpi tidak beli dan tidak ada satu orangpun di dunia ini yang melarang seseorang untuk bermimpi. Dan mau bermimpi apapun itu sah-sah saja. Mau mimpi jadi orang kaya, dengan isteri yang cantik dan baik hati. Mau mimpi jadi orang nomor satu di negeri ini, semuanya itu sah-sah saja. Sekali lagi, mimpi tidak beli. Lalu, kalau saya di tanya apakah mimpi kamu berkaitan dengan teknologi informasi di tanah air. Dengan jelas dan lantang saya akan menjawab, saya bermimpi punya koneksi internet yang cepat tetapi dengan harga yang terjangkau. Dalam hal ini saya tidak mau menggunakan kata murah, karena murah banyak orang mengidentikkan denga kata ”murahan”.
Bicara masalah tarif internet, di Indonesia memang masih sangat mahal. Bandingkan saja dengan Malaysia negara yang serumpun dengan kita. Salah satu Broadband di Malaysia hanya mematok harga 66 Ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp. 170 ribu/bulan. Koneksi dengan harga tersebut dapat kita pakai non stop atau 24 jam. Coba bandingkan dengan harga salah satu perusahaan penyedia koneksi internet yang ada di Indonesia. Tarif telkomnet instant mematok harga Rp. 9.000/jam. Mari sedikit berkalkulasi. Kalau kita pegawai swasta rendahan, lalu apakah sanggup membayar internet Rp. 3,24 juta sebulan. Dengan asumsi kita memakai internet 12 jam sehari atau 360 jam sebulan. Sesuatu yang saya rasa tidak mungkin. Lebih jauh, kalau mau di bandingkan tarif kita (Indonesia) dengan Malaysia, biaya internet kita 22 kali lebih mahal.
Kenapa tarif koneksi internet di tanah air mahal. Salah satu biang keladi mahalnya tarif internet adalah tingginya tarif koneksi internasional. Sebagai perbandingan, Malaysia hanya perlu membayar sekitar US$ 2.000 untuk koneksi per 1 megabyte. Sementara Telkom (Indonesia) harus membayar US$ 10 ribu ke Indosat sebagai pemegang hak koneksi internasional untuk koneksi dari Jakarta/Indonesia ke Singapura. Mengapa ini terjadi, tak lain karena Malaysia lebih dekat dengan Singapura, yang menjadi pusat koneksi internet dunia untuk wilayah Asia Tenggara.
Selain alasan di atas. Salah satu penyebab lainnya adalah karena monopoli jaringan di Indonesia.Di bandingkan dengan beberapa negara yang berkembang, seperti Filipina dan Thailand, Indonesia kalah. Bahkan dengan Bangladesh saja untuk tarif koneksi internet kita sama. Suatu fakta yang sangat memprihatinkan untuk negera yang berkembang seperti Indonesia.
Berikut ini beberapa data tentang tarif ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) di beberapa negara, termasuk di tanah air:
Telkom Spedy |
TMNet Malaysia |
Singtel Singapura |
Tak terbatas 24 jam, unduh 384 Kbps, kirim 64 kbps, tarif 3.8 juta/bulan |
Tak terbatas 24 jam, unduh 512 Kbps, kirim 256 kbps, tarif 170 ribu/bulan |
Tak terbatas 24 jam, unduh 512 Kbps, kirim 256 kbps, tarif 274 ribu/bulan |
Telstra Australia |
T-Online Jerman |
Tak terbatas 24 jam, unduh 512 Kbps, kirim 128 kbps, tarif 440 ribu/bulan |
Tak terbatas 24 jam, unduh 2 mbps, kirim 192 kbps, tarif 354 ribu/bulan |
Lalu, bagaimana solusinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar koneksi internet kita biayanya terjangkau adalah dengan membangun stasiun bumi di Pantai Cermin, Medan (ini salah satu solusi). Pantai ini lokasinya dekat dengan jalur serat optik internasional. Dengan begitu kita tidak perlu lagi membayar biaya koneksi internasional ke Singapura. Karena selama ini jalur kita selalu lewat Singapura. Selain itu, dari sisi pemerintah juga harus ada regulasi yang jelas dan tegas soal biaya koneksi internet. Kalau ini tidak segera di lakukan, maka untuk beberapa tahun kedepan, harga koneksi internet di tanah air masih akan sangat mahal. Itu artinya, perkembangan teknologi informasi di tanah air akan berjalan lambat atau kalau mau ekstrim kemajuan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di tanah air akan berjalan di tempat. Semoga orang-orang yang duduk di lembaga pemerintahan termasuk orang-orang pemerhati kemajuan TIK di tanah air akan sadar, bahwa koneksi internet yang cepat dan terjangkau akan cepat membantu mutu sumber daya manusia di Indonesia. Sumber daya manusia yang mampu bersaing di tataran bukan hanya nasional tetapi juga Internasional. Semoga.
Tetap semangat, dan terus berjuang.
Saya juga mendambakan bisa menggunakan internet 24 jam sehari dengan biaya seperti di Malaysia. Semoga cepat terwujud.
Duh masih numpang bandwith di sekolah ngak kebeli sich mau nasik kerumah
Aku juga masih numpang bandwith di kantor 8 jam sehari… untuk ke rumah pake teni 9.000/jam mana lemot banget aksesnya, mending ga usah pasang sekalian!
internet yang murah membuat rakyat cepet pinter..
semoga itu bukan mimpi saja ya?
aku jg blum perlu mikir, wong ngenetnya masih nunut kantor hehehe
mimpi kali yee…
mungkin gak cuma murah doank, tapi kecepatan dan kemudahan aksesnya juga. Bisa dari mana aja misalnya sudah terintegrasi dengan listrik,..
Wah2 mungkin 15th yang akan datang baru kesampean 😉
sekarang speedy lumayan murah, lumayan ga lemot, pokoknya lumayan, hehehe…
yaa, tapi kalo bisa semurah di malaysia..alangkah indahnya….
Thanks, always good posts on your blog!
di indonesia masih mimpi utk saat ini yog. Tapi dengan adanya RT/RW net yang menggunakan radio/wi-fi udah lebih hemat dibanding dulu. Skrg kita perlahan-lahan sedang mengarah ke sana. Yah semoga aja kedepannya akan semakin murah.
Tapi klo untuk bandwith yah pas2an lah, buat gw dgn koneksi 64 kbps udah lebih dari cukup, asal tarifnya flat dibawah 300 rb…. 😀
wah, moga2 sini segera ketularan sama yang kayak di jerman, hebuat ueiy 2 mbps, psti itu mak wus
singtel palaing dikit 2mbps yang 3mbps = $27.90/bulan detailnya liat di webnya gak tau, bisa kagak di pakai di indo, so aq liat sih ada kok kantornya di indo
tapi kalo buat saya tarif murah, bahkan gratis bukan mimpi lagi, saya udah ngerasain ngenet gratis nih, kan hotspot wifi di kampus nyantol ke kost saya, jadi ya, hihihi, udah gratis ngenet dari kost.
Dah hampir sebulan pake speedy, lumayanlah gak selemot kata orang, masih belom aja kali ya.. Help, quota hampir terlewati, save me… Terpaksa matiin gambar buat hemat bandwidth 😦
untuk koneksi via spedy, dilihat dimana anda tinggal, so tiap daerah beda2 contoh aja neh: di malang download 400kbps sedangkan di kota tetangga download cuma 100kbps padahal bayarnya sama…..paketnya pun sama….(spedy office) >>> akhirnya speedy di kota aq ganti julukan jadi speedolll (yambung putus yambung putus)….wkwkwkw
Tulisan Mas Prayogo menggugah saya mencari alternativ koneksi lain, coba-coba pakai DVB dengan parabola terus ngincer satelit dapatnya cuma grabling saja
apa tuh bos, jelasin dong…itung2 tambah ilmu..heheh
Sudah seharusnya orang-orang dipemerintahan memprioritaskan hal ini, kalau bangsa kita mau maju.
banyak resource di internet yang bisa di ekploit untuk menunjang pengetahuan dan wawasan anak-anak negeri.
Saya sepakat kalau pemerintah segera membuat regulasi terkait dengan masalah koneksi internet….biar para provider juga nggak asal2an ngasih tarif
salam,
Narmadi
yah.. segala ge gimana govermentnya padahal di uud 45 jelas .”Bumi dan kekayaan alam lainya yg mengusai hajat hidup orang banyak dikusai oleh negara digunakan seluas2nya u/ kesejahteraan rakyat” bukanya dikuasai oleh SWASTA hanya untuk ajang bisnis
halo, salam kenal.
itu koneksi broadband yah? kalau iya, mohon di ralat tuh yang singtel, so aq lihat di web nya udah berubah.
trims
yang spedol(speedy) udah berubah juga tarifnya…seperti neh;
IDR 165K =>
DW: 384k, UP 64k => 3g turun jadi 128kbps, unlimited
hasil tester => DW 110k (Max), UP 10k(Max).
IDR 295K => sama seperti yang atas beda harga…hehe..