Bangsa ini, bangsa pelupa [?]

8 Des

4 (empat) hari sudah berlalu sejak di berlakukannya instruksi Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 dan Undang-undang Lalu Lintas Nomor 14 Tahun 1992 tentang kewajiban pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu dan menggunakan jalur sebelah kiri jalan. Tetapi benarkah penguna jalan terutama pengendara sepeda motor mematuhi atau menjalankan peraturan tersebut. Benarkah bahwa tingkat kecelakanan akan turun 60% dengan diberlakukannya peraturan tersebut. Benarkah dengan menggunakan jalur sebelah kiri maka tingkat kemacetan di Jakarta akan berkurang. Semuanya ini masih perlu di pertanyakan kembali.

Saya ingin memberikan komentar dengan dikeluarkannya peraturan tersebut. Karena saya termasuk salah satu dari puluhan ribu pengendara sepeda motor yang ada di Jakarta. Saya tahu persis bagaimana keadaan dijalan raya setelah diberlakukannya peraturan tersebut. Sejauh yang saya amati 4 hari setelah di berlakukanya peraturan tersebut. Para pengendara motor sudah tidak terlalu mematuhi. Masih saya jumpai pengendara motor yang tidak menyalakan lampunya di siang hari. Dari 10 pengendara sepeda motor, 3 sampai 4 sepeda motor yang mungkin dengan sengaja tidak menyalakan lampunya. Beragam memang alasan mereka, dari yang memang sengaja tidak dinyalakan dengan alasan pemborosan, sampai yang memang tidak tahu menahu dengan peraturan tersebut. Saya rasa memang sosialisasi peraturan tersebut yang kurang gencar, sehingga masih banyak pengendara motor yang belum mengetahuinya. Sejauh yang saya tahu, peraturan tersebut keluar hanya 2-3 hari sebelum peraturan tersebut diberlakukan. Memang sosialisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan media cetak dan elektronik. Tetapi perlu di ketahui, mungkin ¾ pengendara sepeda motor di Jakarta, jarang atau tidak menonton berita di televisi atau membaca koran, waktu mereka di habiskan di jalan. Jadi wajar saja kalau mereka tidak tahu menahu dengan peraturan itu.

Selain harus menyalakan lampu di siang hari, peraturan tersebut juga mewajibkan pengendara sepeda motor untuk menggunakan jalur kiri. Buat saya ini sesuatu yang mustahil akan bisa diterapkan, kenapa? Karena kalau mau di lihat antara jumlah kendaraan dengan jalan itu sama sekali tidak berimbang. Setiap bulan/tahun jumlah kendaraan yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya selalu bertambah. Menurut catatan Polda Metro Jaya (sampai Oktober 2005) perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta berjumlah sekitar 4,9 juta, rata-rata meningkat 9,8% per tahun. Suatu perkembangan yang sangat-sangat pesat. Sementara itu pesatnya jumlah kendaraan di Jakarta tidak di imbangi dengan pertambahannya jalan raya. Ini akan menimbulkan dilema tersendiri, kemacetan akan tetapi terjadi.

Selain peraturan tentang kewajiban menyalakan lampu di siang hari dan sepeda motor harus berada di jalur kiri jalan, masih ingatkah kita dengan SK-Gubernur No 11-2004 tentang larangan merokok. SK tersebut mulai efektif sekitar bulan April 2006, tetapi apa sekarang yang terjadi. SK tersebut sepertinya hanya berlaku 3-4 bulan saja, setelah itu kita bisa lihat di tempat-tempat umum orang kembali merokok seperti sedia kala. Seolah-olah SK itu hanya angin lalu, datang dan berlalu. Memang ada kemungkinan SK ini masih berlaku di gedung-gedung, perkantoran, mall-mall, pusat-pusat keramaian, dan lain-lain. Tetapi menurut saya ini belum terlalu efektif. Karena masih banyak orang yang ada di bis kota dan tempat-tempat umum dengan santainya merokok.

Lalu muncul pertanyaan di benak saya, sebenarnya siapa yang salah: kita (warga masyarakat) atau pemerintah. Saya pikir tidak ada yang salah dengan peraturan tersebut. Yang salah adalah kita sebagai warga masyarakat. Saya cenderung melihat bangsa kita itu adalah bangsa yang terlalu gampang lupa dengan sesuatu. Atau memang karena ini sudah watak dari bangsa kita, bangsa yang katanya (saya sangat ragu dengan ini) ramah, tamah, sopan dan santun. Benarkah kita bangsa yang seperti itu. Saya pikir semua norma-norma ini sudah hampir hilang apalagi di kota besar seperti Jakarta yang ada adalah loe-loe, gwa-gwa.

Kembali ke peraturan di atas, saya pikir pemerintah jangan bisanya membuat peraturan. Akan tetapi juga harus di cari jalan keluar untuk mengurangi tingkat kemacetan yang ada di Jakarta, lebih-lebih di saat setelah turun hujan. Mungkinkah di Jakarta di buatkan sendiri jalur khusus untuk pengendara sepeda motor. Kalau bus saja punya bus way, kenapa motor tidak punya motor way.

12 Tanggapan to “Bangsa ini, bangsa pelupa [?]”

  1. neeya Desember 9, 2006 pada 11:14 pm #

    sepertinya orang Indonesia itu merasa tertantang untuk melanggar yang namanya peraturan. Atau juga hanya patuh saat ada yg liat

  2. prayogo Desember 10, 2006 pada 5:57 am #

    Ya, mungkin kamu ada benarnya. Bahkan ada orang bilang bahwa di buat peraturan itu untuk di langgar, he he he, aneh ya.

    Tetapi saya pikir aneh kalau kita harus menantang adanya peraturan. Bukankah lebih kita sebagai warga negara harus taat pada peraturan.

  3. afin Desember 13, 2006 pada 1:48 pm #

    di banyuwangi dulu pernah berlaku tapi gak lagi embuh kenapa?
    kena penyakit males kali ya?

  4. afin Desember 13, 2006 pada 1:52 pm #

    nak kamu kok ogah blogwalking ya? eh maaf klo gak ketulis semua, bis meski smua berarti tapi waktu dulu muncul merekalah yang sibuk tak telfonin….hehehehe

  5. helgeduelbek Desember 20, 2006 pada 7:00 am #

    Hehehe seperti yg pernah saya tulis bahwa peraturan dibuat untuk dilanggar, seperti kebanyakan orang bilang. Jadi kalau tidak pingin ada pelanggaran jangan ada aturan…

  6. prayogo Desember 20, 2006 pada 9:54 am #

    helgeduelbek*** Iya mas, saya juga sudah baca postingan mas yang berjudul Peraturan dibuat untuk dilanggar, dan ternyata apa yang mas pernah tulis sama dengan apa yang belum lama ini saya rasakan, yakni tentang peraturan lalu lintas.

    Mungkin memang orang-2 kita seperti itu ya mas

  7. dwiagus Desember 21, 2006 pada 9:50 am #

    justru ini lagi sosialisasi sambil dipraktekkan.
    alau ada yang melaggar, ada yang ditegur ama polisi kok.
    nanti pada saatya, pasti akan ditilang lah.
    jangan pesimis, khan baru beberapa hari dilaksanakan.
    Tuggu ajah, apa emang kecelakaanberkurang. kalau udah setahun, gakberkurang. Yah baru ngomong.

  8. dedex Desember 24, 2006 pada 5:02 am #

    “Saya cenderung melihat bangsa kita itu adalah bangsa yang terlalu gampang lupa dengan sesuatu”
    lupa terhadap sesuatu yang selektif kali ya..

  9. prayogo Desember 27, 2006 pada 11:08 am #

    dwiagus***: Saya orangnya tetap optimis, tetapi kalau melihat kondisi di lapangan saya jadi optimis juga, he he he (piye to aku iki)

    dedex***: Iya memang begitulah bangsa kita ini.

    nb: beberapa minggu yang lalu saya sempat melihat undang-undang No. 43 tahun 1993, di pasal 73 kalau tidak salah di situ sebenarnya tidak jelas-2 mengatakan harus menyalakan lampu di siang hari. Bahkan yang ada di situ malah di larang untuk menyalakan lampu di siang hari, piye to iki.

    Selain itu memang sebenarnya menyalakan lampu di siang hari itu menganggu pengguna jalan yang ada di depannya (jalan dua arah). karena jadi silau. Kita akan susah kalau menyamakan dengan negara2 di eropa. Di sana pengguna sepeda motor tdk sebanyak di kita (indonesia) di sana motor itu hanya sekedar hobi atw ala kadarnya saja. Tetapi tidak dengan di tanah air ini, motor begitu banyaknya……

  10. budhi utoyo Januari 21, 2007 pada 9:33 pm #

    menurut saya peraturan tersebut tidak terlalu efisien mengurangi jumlah kecelakaan atau pun tingkat pelanggaran. akan tetapi lebih mengarah pada pemborosan energi…

  11. abdi Januari 21, 2007 pada 9:46 pm #

    kalo gw si asik2 asik aja jek. asal polisi jangan nilang gw aja
    gila …..sekali nilang 100rb, tekor gw….
    hahahahahahaha.
    salam buat @@@ seluruh anak indonesia. kapan2 kalo naik motor JANGAN LUPA NYIMENG YANG BANYAK. pakai putaw Biar Enak NYUPIRnya
    0KE mEN……

  12. Nur Aini Rakhmawati Januari 24, 2007 pada 8:16 pm #

    mungkin peraturannya kurang merakyat ?
    di SBY dulu saya menyalakan lampu kalo di jalan raya
    tidak tahu skr masih seperti tidak

Tinggalkan Balasan ke prayogo Batalkan balasan